juragankonveksi.id – Pemerintah China kembali mengguncang pasar keuangan global dengan melepas sebagian besar kepemilikan obligasi Amerika Serikat. Menurut laporan terbaru dari Departemen Keuangan AS, China menjual surat utang AS senilai lebih dari 100 miliar dolar AS, atau setara dengan ratusan triliun rupiah, dalam beberapa bulan terakhir.

Langkah ini memicu spekulasi bahwa Beijing tengah mengirimkan sinyal politik dan ekonomi ke Washington di tengah ketegangan hubungan bilateral. Para analis menilai, China berusaha mengurangi ketergantungannya terhadap aset-aset berbasis dolar dan memperkuat stabilitas keuangannya sendiri di tengah ancaman sanksi atau tekanan dari Barat.

China selama ini dikenal sebagai salah satu pemegang obligasi AS terbesar di dunia. Dengan menjual kepemilikan tersebut, China bisa memengaruhi imbal hasil (yield) obligasi dan memperbesar tekanan terhadap kebijakan fiskal Amerika. Beberapa pengamat pasar menyebut tindakan ini sebagai bagian dari “de-dollarisasi” yang semakin agresif.

Di sisi lain, Beijing juga mungkin ingin memperkuat mata uang yuan dan menjaga nilai tukar tetap stabil, terutama menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan fluktuasi pasar. Penjualan besar-besaran ini juga bisa menjadi strategi likuiditas, untuk mendanai proyek dalam negeri atau menopang sektor strategis.

Pemerintah AS belum memberikan pernyataan resmi terkait langkah China ini. Namun, investor global kini semakin waspada terhadap potensi ketegangan keuangan antara dua raksasa ekonomi dunia.

Apakah ini hanya manuver ekonomi biasa, atau sinyal tekanan diplomatik? Dunia kini menunggu respons dari Washington dan dampaknya terhadap stabilitas ekonomi global.